Skip to main content

Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Nasional

Globalisasi adalah suatu proses dunia menjadi satu tanpa batas dimana interaksi antarnegara sangat mudah terjadi. Proses globalisasi terjadi antara akhir abad ke 20 dan permulaan abad ke 21. Dengan adanya globalisasi, dunia menjadi seperti borderless atau tanpa sekat. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi dari berbagai penjuru dunia, bepergian dengan mudah dan cepat, serta mendapatkan komoditas perdagangan dari seluruh dunia.

era globalisasi
via pixabay

Di era globalisasi seperti sekarang ini, setiap bangsa bebas keluar-masuk memberikan pengaruhnya kepada bangsa lain. Akibatnya, berbagai paham dan ideologi pun masuk ke bangsa lain, termasuk bangsa Indonesia. Berbagai paham masuk ke Indonesia, baik itu paham positif yang berguna untuk kemajuan bangsa maupun paham negatif yang dapat merusak moral bangsa dan mengancam kebudayaan. Paham-paham tersebut antara lain yaitu:
  • Individualisme, yaitu suatu paham yang mementingkan kepentingan diri sendiri (individu). 
  • Materialisme, yaitu suatu paham yang selalu mengutamakan segala sesuatu berdasarkan materi. 
  • Sekularisme, yaitu suatu paham yang selalu mencerminkan kehidupan keduniawian. 
  • Hedonisme, yaitu suatu paham yang melihat bahwa kesenangan atau kenikmatan menjadi tujuan hidup dan tindakan manusia. 
Globalisasi memang membawa dampak positif bagi kehidupan. Namun di sisi lain, ia juga dapat membawa pengaruh negatif bagi suatu bangsa. Pengaruh globalisasi yang mengancam jati diri bangsa adalah masuknya unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan budaya nasional. Tidak semua masyarakat menerima globalisasi dengan tangan terbuka, sehingga reaksi yang diberikan pun berbeda-beda berdasarkan tingkat kehidupan, usia, pendidikan, pekerjaan, dan jenis kelamin. 

Ketidaksiapan dalam menerima globalisasi akan menciptakan perubahan dalam masyarakat. Dampak akibat ketidaksiapan dalam penerimaan globalisasi antara lain yaitu:

a. Kesenjangan Budaya (Cultural Lag

Cultural lag adalah suatu kondisi dimana terjadi kesenjangan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan. Dapat dikatakan bahwa cultural lag merupakan suatu ketertinggalan kebudayaan. Cultural lag terjadi ketika unsur-unsur budaya yang masuk ke masyarakat berkembang secara tidak bersamaan, dimana unsur satu berkembang, tetapi unsur yang lain ketinggalan. 

Contoh terjadinya kondisi kesenjangan budaya (cultural lag) adalah perkembangan teknologi yang tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya masyarakatnya. Perkembangan teknologi internet merupakan hasil dari interaksi global, sehingga jika hal tersebut tidak diikuti oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka akan terjadi kesenjangan budaya. 

b. Gegar Budaya (Culture Shock

Globalisasi banyak membawa unsur-unsur budaya baru yang mungkin mengakibatkan "kekagetan" bagi masyarakat yang tidak siap menerimanya. Misalnya orang terbiasa makan dengan nasi, ketika harus berganti pola makan dengan roti maka akan terjadi culture shock. Culture shock atau disebut gegar budaya merupakan istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan sesorang menghadapi kondisi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda. 

Istilah ini mengandung pengertian adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak tahu bagaimana harus melakukan sesuatu. Hal itu dipicu oleh kecemasan individu karena kehilangan simbol-simbol yang selama ini dikenalnya dalam interaksi sosial, terutama terjadi saat individu tinggal dalam budaya baru dalam jangka waktu yang relatif lama.

Kearifan Lokal Sebagai Tameng dalam Menghadapi Globalisasi

Arus globalisasi telah mendorong terjadinya pergeseran atau perubahan terhadap sistem atau aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Arus global dapat cepat menggerus nilai-nilai budaya lokal termasuk kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat. Untuk itu, maka diperlukan langkah nyata yang tepat agar gempuran arus tersebut dapat teratasi dengan baik dan efektif. 

reog ponorogo
via shutterstock

Kita memang tidak bisa menghindari arus globalisasi. Menolak globalisasi juga bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang bisa kita lakukan yaitu menyiasatinya dengan menguatkan ketahanan budaya. Globalisasi yang tidak terhindarkan ini harus diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter kepada penguatan jati diri dan kearifan lokal. 

Kearifan lokal sangat penting untuk dikaji kembali dan dilestarikan keberadaannya. Kearifan lokal adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Pada dasarnya, kearifan lokal mengacu kepada nilai-nilai dalam masyarakat dan keseimbangan alam. Dengan kata lain, kearifan lokal penting untuk menjaga nilai-nilai budaya sekaligus menjaga kelestarian alam. 

Nilai-nilai dalam kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus ditinggalkan. Akan tetapi, nilai tersebut dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa oleh globalisasi. Kearifan lokal dapat dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Ketahanan budaya yang tangguh sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif atau menahan gempuran nilai-nilai yang merusak kepribadian bangsa ketika interaksi kebudayaan antarbangsa semakin intensif.