Skip to main content

Geguritan, Karya Sastra Jawa Yang Kaya Makna

"Bahasa Jawa tidak bisa begitu saja kita hilangkan tanpa bekas ditelan zaman. Bahasa Jawa harus kita lestarikan bersama agar kelak sastra Jawa dapat terus berkembang dan dikenal di seluruh belahan dunia. Geguritan dapat memperkaya khasanah budaya kita."

Demikian sebuah pesan luhur singkat agar kita semua melestarikan sastra dan budaya Jawa sehingga tidak punah ditelan masa. Sebagaimana telah disebutkan di atas, salah satu yang menjadi perhatian kita adalah apa yang disebut dengan geguritan. Pengertian dari geguritan adalah sebuah karya sastra jawa yang dibuat dengan menggunakan kalimat yang indah dan mempunyai makna. 

Geguritan, Karya Sastra Jawa Yang Kaya Makna

Melansir dari wikipedia, geguritan merupakan bentuk puisi yang berkembang di kalangan penutur bahasa Jawa dan Bali. Geguritan juga merupakan sastra kuno yang memiliki ciri sastra lama atau klasik yang bersifat anonim yaitu tanpa nama pengarang dan penulis. Hal ini disebabkan karena pada zamannya, geguritan dibuat oleh seorang penulis yang tidak mau menonjolkan diri dan karyanya dianggap milik bersama. 

Kata geguritan dalam kamus Bali-Indonesia berasal dari kata gurit yang artinya gubah, karang, sadur (Depdiknas Prop. Bali, 1991:254). Dalam Kamus Umum Indonesia dijelaskan bahwa geguritan itu berasal dari kata gurit yang artinya sajak atau syair (Poerwadarminta, 1986:161). Sedangkan dalam Kamus Kawi Indonesia diungkapkan bahwa gurit artinya adalah goresan. 

Geguritan berkembang dari tembang, sehingga dikenal beberapa bentuk geguritan yang berbeda. Dalam bentuk yang awal, geguritan berwujud nyanyian yang memiliki sanjak tertentu. Di Bali, berkembang bentuk geguritan semacam ini. Sementara pengertian geguritan di Jawa telah berkembang menjadi sinonim dengan puisi bebas, yaitu puisi yang tidak mengikatkan diri pada aturan metrum, sajak, serta lagu.

Ciri yang kental di dalam sebuah geguritan adalah adanya pupuh-pupuh yang membentuk geguritan tersebut, seperti pupuh pucung, durma, sinom, pangkur, smaradhana, dandang, ginada dan demung. Oleh karenanya, di dalam menikmati geguritan dengan membacanya tidak bisa disamakan dengan membaca karya sastra yang tergolong prosa. 

Geguritan hendaknya dinikmati dengan membaca sambil melagukan sehingga nikmat yang didapatkan semakin merasuk kalbu. Karya sastra yang berwujud pupuh diikat oleh aturan yang disebut pada lingsa, pada dan carik. "Syarat-syarat yang biasa disebut (pada lingsa) yaitu banyaknya baris dalam tiap bait (pada) banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris (carik) dan bunyi akhir tiap-tiap baris". 

Berdasarkan pandangan di atas, maka pengertian geguritan adalah ciptaan sastra berbentuk syair yang biasanya dilagukan dengan tembang (pupuh) yang sangat merdu. Cara penyampaian Geguritan ini juga biasanya menggunakan bahasa yang mempunyai rima, irama, mitra, bait, serta penyusunan kata yang tepat.

Contoh Geguritan Dengan Tema Hari Kemerdekaan
 
Wutah Getihku
(karya Mahardono Wuryantoro)

Gumelar jembar bumi asri
Sumunar sumringah sunare bagaskara
Padhang sumilak hanelai jagad Nuswantara
Bumi pusaka wus kawentar
Ombak-ombak samodra, kencana kang ngrenggani
Wutah getihku daktresnani

Kawulamu….
Guyub rukun anambut kardi
Jeroning swasana tentrem lan mardika
Gilig ing tekad manunggal
Cumithak jeroning ati, bebarengan ambangun

Aku lila….
Korban jiwa raga kanggo bumiku
Nadyan awak ajur dadi sawur
Lan getihku mblabar mili, netes ing bumi pertiwi
Labet raharjaning nagara

Lumantar iki….
Isining atiku ginurit
Prasetyaku thukul saka ati kang tulus
Njaga langgenging kamardikan
Donga pujiku kebak kaendahan, kanggo wutah getihku


Contoh Geguritan Dengan Tema Hari Pendidikan

Ki Hajar Dewantara
(karya Bisri Nuryadi)

Ing adheme hawa Walanda
Sira panggah netepi setya
Nyawiji ing ngilmu
Ngugemi ing laku
Nyerat ing saben-saben wektu

Nalika ati krasa
krungu swara jerite sedulur
Ing lemah Pertiwi
Sira gumregah greget
Bali ing desa mijilmu
Nuswantara

Suwardi suryaningrat
Kondhang kanthi asma Ki Hajar Dewantara
Putra kraton sugih bandha brana
Milih dadi satriya lelana
Manunggal sajroning rakyat jelata
Gugur dadi pahlawan Negara
Minangka Bapak Pendhidhikan Bangsa


Itulah sekilas tentang geguritan dan contohnya. Di zaman modern seperti sekarang ini, betapa kita sebagai orang Indonesia harus melestarikan dan menjaga budaya Indonesia agar tidak diakui oleh negara lain, dan jangan sampai suatu ketika orang Jawa harus belajar bahasa dan budaya Jawa dari negara lain seperti Suriname dan Belanda.