Salah satu kebijakan yang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi besarnya pengeluaran negara dalam mensubsidi bahan bakar bagi masyarakat adalah program konversi minyak tanah bersubidi ke LPG 3 KG, yang dimulai pada tahun 2007. Dalam perjalanannya, kebijakan itu berjalan tersendat-sendat dengan menemui berbagai masalah baik teknis maupun non teknis antara lain :
- Kegagalan melakukan konversi yang pada tahun 2007 ditargetkan 1 (satu) juta kiloliter memaksa pemerintah untuk melakukan banyak revisi menyangkut subsidi minyak tanah maupun penentuan target implementasi.
- Perilaku dan budaya masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa menggunakan kompor minyak tanah ternyata masih sulit diubah.
- Kebijakan konversi ternyata juga memunculkan sebagian orang yang memanfaatkan situasi yang tidak jelas. Sebagian orang sengaja menimbun minyaktanah sehingga barangnya semakin langka sedangkan masyarakat tidak punya pilihan selain membelinya dengan harga tinggi.
image : regionaltimur.com |
Setelah sekian lama kebijakan konversi minyak tanah ke gas elpiji ini berjalan, lagi-lagi masyarakat di sibukan dengan kenaikan harga gas elpiji terutama harga gas ukuran 12 kg, seperti yang terjadi di awal tahun 2014 ini dimana harga jual gas elpiji kemasan 12kg sampai bulan lalu masih dijual antara Rp 90.000-Rp. 100.000 per tabung hingga ke tangan konsumen di rata-rata tempat Jawa. Dengan kenaikan hingga hampir 70% sekarang ini, harga jual ke tangan konsumen akan mencapai Rp.140.000 hingga Rp.150.000.
Pihak pertamina berkilah bahwa kenaikan harga gas ukuran 12 kg ini dalam rangka menyusul tingginya harga pokok Liquified Petroleum Gas (LPG) di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar. Dengan konsumsi elpiji 12 kg tahun 2013 yang mencapai 977 ribu ton, di sisi lain harga pokok perolehan elpiji rata-rata meningkat menjadi 873 dolar AS, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual elpiji 12 kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan.
Meskipun gas elpiji ukuran 12 kg mayoritas digunakan oleh masyarakat kalangan menengah ke atas, namun dampak kenaikkanya akan menjadi efek domino bagi masyarakat menengah ke bawah, hal ini disebabkan antara lain :
- Karena harga gas elpiji 12 kg mengalami kenaikan, maka masyarakat yang terbiasa menggunakannya akan beralih ke gas ukuran 3 kg sehingga dapat kita prediksi bahwa nantinya gas ukuran 3 kg akan langka di pasaran dan kalaupun tersedia maka harganya aakan mengalami kenaikan seiring peningkatan permintaan masyarakat.
- Beralihnya penggunaan gas elpiji ukuran 12 kg ke ukuran 3 kg yang dalam hal ini gas bersubsidi tentunya akan berdampak pula pada meningkat subsidi yang akan membebani keuangan negara.
- Akan banyak beredar gas elpiji 12 kg oplosan di masyarakat, hal ini disebabkan karena adanya disparitas harga yang begitu jauh antara harga gas 12 kg dengan gas elpiji yang 3 kg, sebagai ilustrasi harga gas elpiji 12 kg di atas Rp140.000-150. Apabila dibandingkan dengan harga gas elpiji ukuran 3 kg yang sebesar Rp 15.000-17.000 per tabungnya, apabila kita hitung secara kasar gas 12 kg = 4 x gas 3 kg atau Rp. 15.000 x 4 tabung atau sekitar Rp. 60.000.
Dari sudut perekonomian secara makro naiknya harga gas elpiji 12 kg akan menyumbang inflasi meskipun besarannya tidak terlalu besar, Bank Indonesia (BI) memperkirakan dampak kenaikan harga gas elpiji akan menambah inflasi sebesar 0,13 persen. Namun disisi lain kebijakan ini mempunyai implikasi yang luas termasuk kepada industri makanan dan memicu kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok.
Pada akhirnya masyarakat hanya bisa pasrah dengan kado tahun baru dari Pertamina ini seraya berharap baik pemerintah maupun otoritas Pertamina untuk segera mengambil langkah-langkah guna menanggulangi dampak dari kenaikan harga gas elpiji ukuran 12kg berupa kelangkaan gas 3 kg akibat dari migrasi konsumen dari 12kg ke 3 kg , adapun langkah-langkah yang dapat diambil antara lain :
- Pertamina melakukan distribusi gas elpiji 3 kg secara tertutup artinya hanya masyarakat yang benar-benar menjadi sasaran subsidi yang dapat membeli gas elpiji ukuran 3 kg
- Untuk menghindari adanya migrasi konsumen gas 12 kg ke gas 3kg Pertamina harus memperbaiki sistem distribusi gas eslpiji subsidi itu.
- Pertamina harus melakukan penghematan biaya produksi dan distribusi gas elpiji agar tidak membebani harga yang berakibat pada kenaikan harga.